“Desa Klatakan: Konflik Tanah Berujung Jeruji Besi”
REPORTASE KONFLIK AGRARIA
Disusun Oleh :
1. Fitria
Nada A. 200210302067
2. Rico
Ramadhan 200210302072
3. Malik
Abdul Aziz 200210302074
Mata Kuliah : Sejarah Agraria
Kelas : B
Menurut
peraturan bupati Lombok Timur nomo 17 tahun 2019 tentang pengelolaan Aset Desa,
tanah kas desa merupakan tanah yang dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah desa
sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa dan untuk kepentingan social.
Sengketa
tanah merupakan kasus yang muncul karena adanya sebuah konflik kepentingan atas
tanah. Akhir akhir ini kasus sengketa tanah memang marak terjadi, salah satu
contohnya yaitu pada kasus di Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul, Kabupaten
Jember. Kasus sengketa ini terkait tanah kas desa yang disalah gunakan oleh
orang yang tidak bertanggung jawab.
“Kasus
ini berawal dari mantan Kepala Desa Klatakan, Bapak Romlan Hadi Wijaya
menyewakan tanas kas desa melebihi masa jabatannya. Seharusnya berakhir pada
tahun 2020 namun, disewakan hingga tahun 2022” kata Bapak Sodik, selaku Perangkat
Desa Klatakan, Kecataman Tanggul, Kabupaten Jember.
“Tanah
Kas Desa adalah tanah yang diberikan kepada kepala desa yang menjabat untuk
digunakan dengan baik. Tanah tersebut dapat disewakan, dan jika kepala desa
tersebut sudah tidak menjabat maka tanah kas desa harus dikembalikan dan akan
kembali diberikan kepada kepala desa yang baru” tutur Bapak Sodik
Bapak Sodik adalah salah satu Perangkat Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember. Bapak Sodik sebagai pegawai di kantor Desa Klatakan dan bawahan dari Bapak Ali wafa (Kepala Desa Klatakan yang sedang berkonflik) mengetahui konflik ini dengan jelas.
Bapak
Ali Wafa merupakan Kepala Desa Klatakan yang baru menjabat. Bermula dari Bapak
Ali Wafa yang menginginkan hak tanahnya (tanah kas desa) kepada mantan kepala
desa namun, karena sudah disewakan hingga tahun 2022 maka tanah tersebut tidak
bisa dimiliki Bapak Ali Wafa.
Bapak Ali wafa menjaga tebu tersebut dengan sepenuh hati. Dijaga dan dirawat hingga besar dan siap panen. Namun, jeri payah Bapak Ali Wafa tidak dihargai oleh Bapak Marzuki, sehingga memutuskan untuk menebang tebu tersebut tanpa sepengetahuan pemiliknya. Bapak Marzuki kemudian melaporkan Bapak Ali Wafa ke Kapolres setempat karena menebang tebu tanpa sepengetahuan pemiliknya. Masyarakat yang mendengar ketidak adilan ini, memihak Bapak Ali Wafa hingga berdemo di Pengadilan Negeri Jember.
Selama proses persidangan, Bapak Ali Wafa tidak bisa memenangkan kasus karena Bapak Marzuki selaku Ketua Partai Nasdem telah mengatur jalannya persidangan. Masyarakat Desa Klatakan membela Bapak Ali wafa sepenuhnya, hingga berkata “kami rela dipenjara asalkan Kepala Desa kami dibebaskan”.
Bapak Marzuki dengan “kekuasaan” yang dimilikinya berusaha merubah kasus ini yang merupakan kasus perdata menjadi pidana. Pada kasus sengketa tanah banyak terjadi perubahan perkara dari perdata menjadi pidana. Jika pada saat proses sengketa terjadi penipuan, pemaksanaan, penggelapan dll. Maka dapat berubah dari perdata menjadi pidana.
Masyarakat
merasa kecewa terhadap hukum di Jember ini karena memenjarakan seseorang dengan
mudahnya. Aksi demo yang dilakukan masyarakat ialah sebagai bentuk kekecewaan
yang mereka rasakan. Masyarakat merasa hal ini tidak adil, namun rakyat kelas
bawah seperti mereka yang tidak memiliki kuasa apapun tidak dapat berbuat apa
apa. Sedangkan kalangan kelas atas seperti Bapak Marzuki yang memiliki
kekuasaan dan jabatan tinggi dapat mengatur segalanya termasuk membeli sebuah hukum.
Kasus
ini masih berlangsung hingga sekarang. “Pada hari Kamis, 1 Desember akan ada
kelanjutan persidangan. Jika hasilnya masih belum memuaskan, masyarakat akan
kembali melaksanakan aksi demo di Gedung Pengadilan Negeri Jember” ujar Bapak
sodik.
“Setelah kasus ini naik ke persidangan, sisa tebu tersebut ditebang habis oleh Bapak Marzuki. Mungkin hal ini dilakukan untuk menghilangkan barang bukti” Kata Bapak Sodik. Untuk saat ini, masyarakat hanya dapat menunggu sambil melakukan aksi demo. Bapak Ali Wafa beserta kuasa hukumnya berusaha melakukan yang terbaik untuk dapat memenangkan persidangan ini. Masyarakat berharap, dengan dilaporkannya Bapak Ramlan dan Bapak Marzuki, dapat membongkar kejahatan yang selama ini mereka lakukan.
Dampak
Dampak
dari dipenjaranya Bapak Ali Wafa selaku Kepala Desa Klatakan terkait kasus
penebangan tebu membuat pelayanan di Kantor Desa menjadi kurang optimal karena
jika ada dokumen yang memerlukan tanda tangan kepala desa masih harus pergi ke
polres, untuk pengganti yang mengendalikan desa dipegang oleh sekretaris desa.
Masyarakat beramai ramai meminta agar Bapak Ali wafa dibebaskan atau dirubah statusnya dari tahanan desa menjadi tahanan kota supaya pelayanan di kantor desa dapat kembali pulih, serta sejak dipenjaranya Bapak Ali Wafa anak anaknya yang masih kecil terus menerus menangis merindukan ayahnya.
Dokumentasi Kegiatan Wawancara
Komentar
Posting Komentar